Baihaqi Achmad

Panggil saya Haqi. Saya tertarik sekali dengan apapun yang berhubungan dengan seni dan film. Memiliki jutaan mimpi yang diusahakan sekali untuk dicapai. Memiliki tumpukan masalah yang sebisa mungkin diselesaikan. Memiliki beberapa potensi yang diusahakan untuk dikembangkan. Sangat ingin berkeliling Indonesia, menjadi penulis, menjadi wartawan dan membangun bisnis toko buku dan kafe



arsip

Juli 2007
Agustus 2007
September 2007
Oktober 2007
November 2007
Desember 2007
Januari 2008
Februari 2008
Maret 2008
April 2008
Mei 2008
Juni 2008
Juli 2008
Agustus 2008
September 2008
Oktober 2008



para tetangga

Teman Sekolah
Akbar Badriansyah|| Amalia Hapsari|| Amalia Sekarjati|| Febian Nurrahman|| Hendry Ma'ruf|| Keishkara Hanandhita|| Mayang Arum Anjar Rizky|| Novia Rozet|| Sari Rachmani|| Surioktya Zuarni Meisyka|| Valeska Liviani|| Yusrina Sabila

Penulis
Adhitya Mulya|| Alanda Kariza|| Dewi Lestari|| Fira Basuki|| Jenny Jusuf|| Ninit Yunita|| Nova Riyanti Yusuf|| Okke|| Prima Rusdi|| Raditya Dika|| Sitta Karina

Selebritis
Anizabella|| Christian Sugiono|| Dian Sastrowardoyo|| Eva Celia Lesmana|| Wulan Guritno

Teman Blogger
Agas|| Alia|| Alvin|| Arimbi|| Aulia|| Avo|| Chenel|| Citra|| Dara|| Deedee|| Dwikjohn|| Echa|| Jane|| Julham|| Kanira|| Kanya|| Kiky|| Lalla|| Lalita|| Meiggy|| Mini|| Mudjiran|| Nadine|| Nanien|| Refika|| Sheyka|| Siska|| Suci|| Synna|| Tarra|| Vito

Yang Lainnya
Kineforum|| Macabre|| Ragazzonline||

credits

skin by: Jane
Web Page Counter

Sabtu, 19 Juli 2008 @ 19.39
Berlari

saya suka berlari
lari dalam konotasi negatif. lari dari masalah. lari dari kenyataan
saya adalah pengecut. pengecut yang kerap takut dan tidak berani menghadapi masalah. pengecut ulung yang selalu malas menyelesaikan sebuah masalah dan membiarkannya terus menumpuk, mencoba untuk tidak ambil pusing dengan berlari menjauh dari masalah tersebut

saya suka berlari
dan kemarin saya kembali berlari. berlari dari masalah yang itu-itu saja. berlari dari kenyataan yang sama saja seperti yang kemarin. berlari dari keharusan saya untuk bisa menerima keadaan. keadaan yang tidak sempurna. keadaan yang memaksa saya untuk terus menerus menjadi pengecut dan pelari ulung. keadaan sulit yang (mungkin) bisa menjadi lebih baik kalau saya mau mencoba membenahinya, mencoba memperbaikinya dengan tidak berlari lagi, dengan menambah rasa syukur saya

tapi saya tetap berlari
dan saya nyaman akan hal itu. saya nyaman ketika kemarin sore saya kembali berlari. membelah sore, menembus kemacetan dengan orang itu. orang yang entah kenapa bisa membuat saya nyaman. seseorang yang nyatanya bisa membuat saya merasa sedikit lega karena dia akhirnya tau masalah terbesar saya, yang selama ini serapat mungkin saya tutupi. masalah sialan yang membuat hari-hari saya suntuk luar biasa dengan tidak terkendali menggerogoti nalar dan nurani saya

ya Tuhan. tidakkah cukup semuanya?
haruskah saya terus saja berlari? sampai kapan? sampai kapan saya harus tetap berlari? mengganggu kehidupan orang itu -dan mungkin orang-orang lainnya yang selama ini kerap merasa terganggu- dan membagi masalah saya ke dia. apakah ini tepat? apakah dia orang yang tepat? saya tidak tau dan saya tidak mau tau. yang saya tau adalah saya nyaman bersama dia. saya nyaman membuka lembar demi lembar masalah saya karena dia memposisikan dirinya dengan baik, membuat saya merasa nyaman dan lancar menceritakan semuanya (walau kadang saya merasa terpojok).

saya sudah capek dengan kata iri
ratusan orang mungkin telah membuat saya iri. saya sudah terlalu akrab dengan kata itu. saya sudah terlalu bersahabat dengan rasa itu, rasa iri yang meracuni hidup dan membuat saya menjadi orang yang tidak pandai bersyukur. tapi entah kenapa iri itu tetap ada. yeah iri akan tetap ada dan tidak akan pernah hilang sampai saya bisa menerima keadaan saya apa adanya, tanpa lirik kanan-lirik kiri dan merasa menjadi manusia paling menderita se-dunia tatkala melihat kebahagiaan dimana-mana

menyedihkan dan dramatis? atau terlalu berlebihan?
i know. saya bahkan tau kok kalo saya suka lebay dan terlalu membesarkan masalah yang ada. tapi ya beginilah. beginilah saya adanya. saya yang suka berlari dan yang terus berusaha menutupi masalah -karena saya tau menutupi itu lebih gampang daripada menerima kenyataan pahit

kemarin sore entah sudah episode pelarian saya yang keberapa
yang jelas saya begitu menikmati sore itu. saya bahagia saat melihat dia. bodoh? bahkan saya kadang merasa otak saya buntu kalau sedang berlari. duduk di sampingnya dan berbicara dengan dia, seorang teman yang mau mendengarkan kisah saya sungguh sangat membuat saya nyaman. meski kemarin saya tidak banyak bercerita karena ceritanya pun hanya itu-itu saja. meski kemarin dia tidak mau mendengar cerita saya entah karena apa tapi saya tidak kecewa -mungkin kecewa, tapi kadarnya sedikit saja. saya menikmati perjalanan kemarin. perjalanan pulang yang menyenangkan. menyenangkan? haha entahlah, saya pun kadang tidak bisa membedakan mana senang, mana bingung, mana takut dan mana sedih karena semuanya kadang suka bercampur menjadi kesatuan yang menyesakkan dada

saya ingin bersamanya
ah konyol sekali memang. tapi kalau saya merasa nyaman lantas saya harus bagaimana? lari lagi dan mencari orang lain? mencari siapa lagi? teman-teman saya? oh gosh tidak akan saya membuka diri saya dan menceritakan masalah sialan ini ke mereka karena mereka sudah terlalu sering saya repotkan. saya cuma ingin bersama dia. bersama teman saya yang kemarin saja. tapi saya tau itu tidak mungkin. kenyataan memaksa saya menerima itu. shit, lagi-lagi semuanya terbentur dengan kenyataan

saya terus saja berlari
tapi hari ini saya tidak bisa berlari. otak, hati dan fikiran saya tidak bisa lari dari dia. terlebih masalah sialan itu hari ini kembali meningkat kadarnya. ya Tuhan, biarkanlah saya berlari, saya butuh perjalanan yang lebih panjang dari ini

Label:


|